PEREKONOMIAN PADA MASSA ORDE LAMA
PEMERINTAHAN ORDE LAMA
1. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa
ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar
sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez
passer.
Kondisi Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal
Meskipun
Indonesia telah merdeka tetapi kondisi ekonomi Indonesia masih sangat
buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional
yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai
berikut:
1.
Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember
1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti
yang telah ditetapkan dalam KMB.
2. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
3.
Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi
yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari
sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
PEREKONOMIAN PADA MASSA ORDE LAMA
Kebijakan Pemerintah Untuk Mengatasi Masalah Ekonomi Masa Liberal
Kehidupan
ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan
tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk
memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.
1. Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering).
Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga
nilainya tinggal setengahnya.Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri
Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar. Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas.
2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem
ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia
untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada
masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo
(menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur
ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi
Indonesia). Dampaknya program ini menjadi salah satu sumber defisit
keuangan.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis.
4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari
program ini adalah untuk memajukan pengusaha pribumi., agar para
pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional, pertumbuhan
dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak
ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, dan memajukan ekonomi
Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non
pribumi.
5. Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada
masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk
merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan
pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Tujuannya untuk
melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga,
tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani
undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya: Banyak
pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha
pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa
kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang
silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang
menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya
pelaksanaan pembangunan. Program yang dilaksanakan umumnya merupakan
program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II,
pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang
disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini
merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai
menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana
Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara
tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958.
7. Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa
kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah.
Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan
Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan
Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan
rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang.
2. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Demokrasi
Terpimpin maksudnya adalah demokrasi yang berdasarkan ”Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaaan dalam permusyawaratan / perwakilan”,
namun ”terpimpin” tersebut ditafsirkan Soekarno sebagai demokrasi yang
dipimpin oleh dirinya sendiri secara mutlak dan Soekarno mendapat
julukan “Pemimpin Besar Revolusi”. Sebagai akibat dari dekrit presiden 5
Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan
struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya
diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa
pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi
(mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi
yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan
ekonomi Indonesia, antara lain :
a) Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang
b) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
c) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.
Kegagalan-kegagalan
dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak
menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Ada beberapa sebab ekonomi
Indonesia semakin buruk, yaitu :
1. Menumpas pemberontakan PRRI/PERMESTA.
2. Adanya inflasi yang cukup tinggi ± 400.
3. Konfrontasi dengan Malaysia (Dwikora).
4. Defisit negara mencapai 7,5 miliar rupiah.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk mengatasi kondisi ekonomi dan keuangan yang semakin buruk yaitu :
1. Mata uang bernilai nominal Rp. 500,00 didevaluasi menjadi Rp. 50,00 dan bernilai Rp. 1.000,00 dihapuskan.
2. Semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000,00 dibekukan.
3.
Tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan Dekon ( Deklarasi Ekonomi) untuk
mencapai ekonomi yang bersifat nasinal, demokrasi, dan bebas dari
sisa-sisa imperialisme.
Usaha-usaha tersebut mengalami kegagalan karena :
1. Penanganan ekonomi tidak rasional, lebih bersifat politis, dan tidak ada kontrol.
2. Tidak adanya ukuran yang objektif dalam menilai suatu usaha atau hasil orang.
2. Tidak adanya ukuran yang objektif dalam menilai suatu usaha atau hasil orang.
Gambar Uang Pada Masa Demokrasi Pemimpin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar