Minggu, 30 Oktober 2011

Politik Pintu Terbuka (Open Door Policy)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Politik kolonial liberal di Eropa pada awalnya merupakan cerminan antara perbedaan dalam bidang politik yang berhaluan totalitarisme (fasisme dan komunisme) dan liberalisme (sosialisme dan kapitalisme). Hubungan timbal balik antara ekonomi pasar dengan liberalisasi politik yang relatif bisa dilihat pada studi perbandingan mengenai negara-negara fasis maupun komunis. (Edwin Fogelman: 150, 1985)
            Selain itu, konsep hukum dibalik turunnya pandangan koseptual negara dan masyarakat dalam liberalisme klasik. Masyarakat dipahami sebagai himpunan bermacam-macam perkumpulan sukarela, dan negara itu juga pada intinya dianggap sebagai badan yang diorganisasikan secara sukarela, karena otoritasnya diperoleh atas dasar persetujuan mereka yang diperintah. Liberalisme selalu menganut pemikiran bahwa hubungan antara Negara dan masyarakat atau antara pemerintah dan individu pada akhirnya ditentukan oleh hukum yang kedudukannya lebih tinggi dari pada hukum negara. (Edwin Fogelman:191, 1985)
            Paham kebebasan liberalisme mulai tumbuh subur di Eropa dan dianggap sebagai paham yang paling sesuai untuk diterapkan oleh negara-negara yang menjunjung tinggi kebebasan. Liberalisme muncul sebagai sikap pendobrakan terhadap kekuasaan absolut dan didasarkan atas teori rasionalistis yang umum dikenal sebagai Social Contract. Sejak tahun 1900-an, politik dan ekonomi liberal memiliki hubungan yang sangat erat.  Gagasan ekonomi liberal didasarkan pada sebuah pandangan; setiap individu harus diberi akses seluas mungkin untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekonominya, tanpa ada intervensi dan campur tangan dari negara.   Atas dasar itu, campur tangan negara tidak diperlukan lagi. Bila liberalisme awal (early liberalism) lebih menekankan pada hak-hak politik, maka sejak tahun 1900-an, liberalisme telah mencakup hampir seluruh dimensi kehidupan, termasuk di dalamnya liberalisasi di bidang ekonomi. (Ramadhan: 2006)
            Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik Belanda. Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh kemenangan dalam pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun 1870, sehingga tanam paksa dapat dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta. Pemerintah hanya mengawasi saja, yaitu hanya sebagai polisi penjaga malam yang tidak boleh campur tangan dalam bidang ekonomi. Sistem ini akan menumbuhkan persaingan dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di Indonesia. Dengan demikian pendapatan negara juga akan bertambah banyak.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah, diantaranya adalah:
a.       Apakah pengertian dari perekonomian kolonial liberal?
b.      Apakah pengertian dari perekonomian politik pintu terbuka (open door politic)?
c.       Latar belakang apa yang mendasari terjadinya politik pintu terbuka di Indonesia?
d.      Bagaimana perkembangan perdagangan masa perekonomian politik pintu terbuka?
e.       Akibat apa yang dialami oleh bangsa Indonesia dengan adanya perekonomian politik pintu terbuka?

C. Tujuan Penulisan
Bedasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai ialah sebagai berikut:
a.       Mendefinisikan pengertian perekonomian politik kolonial liberal
b.      Mendefinisikan pengertian perekonomian politik pintu terbuka(open door politic)
c.       Mengetahui latar belakang yang mendasari terjadinya perekonomian politik pintu terbuka di Indonesia
d.      Dapat menyusun ataupun menjelaskan bagaimana perkembangan perdagangan masa perekonomian politik pintu terbuka
e.       Dapat mengetahui apa saja akibat yang dialami bangsa Indonesia dengan adanya perekonomian politik pintu terbuka.







D.    Manfaat Penulisan
a.       Hasil penulisan ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pembaca tentang keadaan perekonomian Indonesia, khususnya masa perekonomian politik kolonial liberal atau perekonomuan politik pintu terbuka (open door politic)
b.      Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi rangsangan bagi penulis dan peneliti untuk semakin giat dalam menganalisis dan meneliti tentang perekonomian Indonesia
c.       Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan rasa cinta generasi muda terhadap bangsa Indonesia dengan mempelajari sejarah bangsanya yang dalam hal ini ialah mengenai perekonomian negara Indonesia
d.      Hasil penulisan ini diharapkan dapat menanam dalam diri manusia untuk menjadikan peristiwa di masa lalu untuk dijadikan pijakan dalam kehidupan masa mendatang















BAB II
PEMBAHASAN

Usaha kaum liberal di negeri Belanda agar Tanam Paksa dihapuskan, telah berhasil pada tahun 1870. Namun tujuan yan hendak dicapai oleh kaum liberal tidak hanya terbatas pada penghapusan tanam paksa mereka mempunyai tujuan lebih lanjut. Apakah tujuan yang hendak dicapai oleh kaum liberal di negeri Belanda?
Agar mengetahui hal itu,dibawah akan dibahas lebih lanjut mengenai sejarah perkembangan paham liberal di Eropa serta pelaksanaannya di negeri Belanda.
v  Perkembangan Paham Liberal di Eropa
Paham liberal atau liberalisme mulai berkembang pesat sejak berkobarnya Revolusi Perancis pada tahun 1789. Tujuannya menumbangkan kekuasaan raja yang sangat mutlak. Dengan kata lain rakyat Perancis mengobarkan revolusi untuk melawan rajanya yang bertindak sewenang-wenang. Rakyat Perancis menuntut kebebasan. Revolusi yang bertujuan menuntut kebebasan rakyat dari tindakan raja yang sewenang-wenang itu dinamakan revolusi liberal. Orang-orang yang menghendaki agar rakyat memperoleh kebebasan,disebut kaum liberal. Revolusi Perancis berpengaruh besar terhadap perkembangan sejarah, terutama sejarah Eropa. Ketika Revolusi Perancis meletus, semua kerajaan di daratan Eropa diperintah oleh raja-raja yang berkuasa mutlak. Karena pengaruh Revolusi Perancis,di negara-negara daratan Eropa pun timbul gerakan liberal. Dengan demikian cita-cita kaum liberal, yakni menuntut kebebasan rakyat,berkembang di Eropa. Antara lain berkembang di negeri Belanda.
v  Pelaksanaan Politik Liberal di Negeri Belanda
Gerakan liberal di negeri Belanda dipelopori oleh para pengusaha swasta. Oleh karena itu, kebebasan yang mereka perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi. Kaum liberal di negeri Belanda berpendapat, bahwa seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi. Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak swasta. Sedangkan pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan prasarana, menegakkan hukum, dan menjamin keamanan serta ketertiban. Dengan berkedok memperjuangkan kebebasan dan kemanusiaan,kaum liberal di negeri Belanda menuntut agar Pemerintah Belanda menghapuskan Tanam Paksa. Tetapi tujuan yang sebernarnya bukanlah demikian. Tujuan kaum liberal menuntut penghapusan Tanam Paksa, ialah agar para pengusaha swasta dapat menggantikan pemerintah menanamkan modalnya di Indonesia. Makin lama pengaruh kaum liberal di negeri Belanda makin besar. Posisi mereka semakin kuat. Sejak tahun 1850, kaum liberal berpengaruh besar dalam pemerintahan di negeri Belanda. Bahkan kemudian dapat memegang pemerintahan.
v  Latar Belakang
Politik ekonomi liberal kolonial dilatarbelakangi oleh hal-hal sebagai berikut:
1)      Pelaksanaan sistem tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi, tetapi memberikan keuntungan besar bagi Pemerintah Hindia Belanda.
2)      Berkembangnya paham liberalisme sebagai akibat dari Revolusi Perancis dan Revolusi Industri sehingga sistem tanam paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
3)      Kemenangan Partai Liberal dalam Parlemen Belanda yang mendesak Pemerintah Belanda menerapkan sistem ekonomi liberal di negeri jajahannya (Indonesia). Hal itu dimaksudkan agar para pengusaha Belanda sebagai pendukung Partai Liberal dapat menanamkan modalnya di Indonesia.
4)      Adanya Traktat Sumatera pada tahun 1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya Inggris meminta Belanda menerapkan sistem ekonomi liberal di Indonesia agar pengusaha Inggris dapat mananamkan modalnya di Indonesia.
Seiring dengan pelaksanaan politik ekonomi liberal,Belanda melaksanakan Pax Netherlandika, yaitu usaha pembulatan negeri jajahannya di Nusantara. Hal itu dimaksudkan agar wilayah tersebut tidak diduduki oleh bangsa Barat lainnya. Lebih-lebih setelah dibukanya Terusan Suez (1868) yang mempersingkat jalur pelayaran antara Eropa da Asia.
Pelaksanaan politik ekonomi liberal itu dilandasi dengan beberapa peraturan, antara lain sebagai berikut:
1). Reglement op het belied der regeriag in Nederlandsch-Indie (RR) (1854)
Berisi tentang tatacara pemerintahan di Indonesia. Perundangan baru ini menunjukkan kekuatan kaum liberal-borjuis terus berkembang. Pada tahun 1926, RR diganti dengan Wet op de Staatsinrichting van Nederlandsch Indie yang biasa disingkat IS.
2). Indische Comptaviliteit Wet (1867)
Berisi tentang perbendaharaan negara Hindia-Belanda yang menyebutkan bahwa dalam menentukan anggaran belanja Hindia-Belanda harus ditetapkan dengan undang-undang yang disetujui oleh Parlement Belanda.
3). Suiker Wet
Undang-undang gula yang ditetapkan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha swasta dalam perkebunan gula. Dalam undang-undang ini,ditetapkan sebagai berikut :
a.       Perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap.
b.      Pada tahun 1891 semua perusaan gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta.
Suasana Pabrik gula tempo dulu
buruh dan Meneer pabrik Gula

4). Agrarische Wet ( Undang-undang Agraria 1870)
Merupakan undang-undang agraria yang berlaku di Indonesia dari tahun 1870 sampai 1960 yang lahir akibat desakan dari pemodal besar swastadi negeri Belanda. Peraturan ini dihapus dengan dikeluarkannya UUPA ( undang-undang pokok agraria ) tahun 1960 oleh pemerintah Republik Indonesia. Agrarische Wet tercantum dalam pasal 51 dari Indische Staatsregeling (IS) yang merupakan UUD Pemerintah Hindia-Belanda. Menteri jajahan Belanda yang berjasa menciptakan Agrarische Wet tersebut adalah de Waal. Isi pokok dari Agrarische Wet adalah sebagai berikut :
a)      Tanah di Indonesia dibedakan menjadi tanah rakyat dan tanah pemerintah.
b)      Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang bersifat bebas dan tanah desa yang bersifat tidak bebas. Tanah tidak bebas adalah tanah yang dapat disewakan kepada pengusaha swasta.
c)      Tanah rakyat tidak dapat dijual kepada orang lain.
d)     Tanah pemerintah dapat disewakan kepada pengusaha swasta sampai jangka waktu 75tahun.
e)      Gubernur Jenderal menjaga jangan sampai ada pembelian tanah yang melanggar hak-hak rakyat Indonesia asli.

5). Agrarische Besluit (1870)
Jika Agrarische Wet ditetapkan dengan persetujuan parlemen, Agrarische Besluit ditetapkan oleh raja Belanda. Agrarische Wet hanya mampu mengatur hal-hal yang bersifat umum tentang agraria, sedangkan Agrarische Besluit mengatur hal-hal yang lebih rinci, khususnya tentang hak-hak kepemilikan tanah dan jenis-jenis hak penyewaan tanah oleh pihak swasta.

v  Pelaksanaan Sistem Politik Ekonomi Liberal
Atas dikeluarkannya Undang-undang Agraria tahun 1870, Indonesia memasuki zaman penjajahan baru. Sebelum tahun 1870 Indonesia dijajah dengan model imperialisme kuno, yaitu hanya dikeruk saja kekayaannya. Setelah 1870 di Indonesia ditetapkan Imperialisme Modern. Sejak tahun 1870 di Indonesia telah di tetapkan opendeur politiek atau politik pintu terbuka, yaitu politik yang dijalankan pemerintah untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada pengusaha swasta asing guna menanamkan modalnya di Indonesia. Hal itu berarti Indonesia dijadikan tempat untuk berbagai kepentingan antara lain berikut ini:
1.      Mendapatkan barang mentah atau bahan baku industri di Eropa.
2.      Mendapatkan tenaga kerja yang murah.
3.      Menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa.
4.      Menjadi tempat penanaman modal asing.
Disamping modal swasta Belanda sendiri, modal swasta asing lain juga masuk ke Indonesia, misalnya modal dari Inggris, Amerika, Jepang dan Belgia. Modal-modal swasta asing tersebut tertanam pada sektor-sektor pertanian dan pertambangan, antara lain karet, teh, kopi, tembakau, tebu, timah, dan minyak. Akibatnya perkebunan-perkebunan dibangun secara luas dan meningkat pesat. Misalnya, perkebunan tebu sejak tahun 1870 mengalami perluasan dan kenaikan produksi yang pesat, khususnya di Jawa. Demikian pula perkebunan teh dan tembakau mengalami perkembangan yang pesat. Sejak semula tembakau telah ditanam didaerah Yogyakarta dan Surakarta. Sejak tahun 1870 perkebunan itu diperluas sampai kedaerah Besuki (Jawa Timur) dan ke daerah Deli (Sumatera).
Perkebunan-perkebunan  swasta asing di Indonesia antara lain:
·         Perkebunan tembakau di Deli (Sumatera Timur)
·         Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur
·         Perkebunan karet di daerah Serdang (Sumatera Timur)
·         Perkebunan kina di Jawa Barat
·         Perkebunan teh di Jawa Barat
·         Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara
Pembukaan perkebunan-perkebunan swasta di daerah luar Jawa, khususnya Sumatera Timur menemukan masalah kekurangan tenaga kerja. Pemerintah banyak mendatangkan pekerja dari Jawa yang dilakukan secara kontrak sehingga disebut kuli kontrak. Untuk menjamin para kuli tidak melarikan diri sebelum habis masa kontraknya, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang disebut Koeli Ordonnantie. Peraturan tersebut berisi antara lain ancaman hukuman bagi para pekerja perkebunan yang melanggar ketentuan-ketentuan kontrak yang disebut Poenale Sanctie. Peraturan tersebut pada mulanya hanya diterapkan hanya di Deli, kemudian juga diterapkan di Jawa.
Kecuali di bidang perkebunan,para pengusaha swasta Eropa juga menanamkan modal di bidang pertambangan dan perindustrian,antara lain :
·         Pertambangan batu bara di Ombilin (Sumatera Barat)
·         Pertambangan timah di Bangka,Belitung,dan Singkep
 
·         Pertambangan minyak di Plaju dan Sungai Gerong (Sumatera Selatan) serta pulau Bunyu dan Tarakan ( Kalimantan Timur)
·         Pabrik-pabrik gula,cokelat,teh di berbagai tempat di Jawa.

v  Perkembangan Perdagangan
Penerapan sistem ekonomi liberal di Indonesia pada tahun 1870 hampir bersamaan waktunya dengan pembentukan terusan Suez, pada tahun 1869. Pembukaan terusan Suez turut memperlancar hubungan perdagangan Asia-Eropa.
Guna menunjang perkebunan-perkebunan swasta di tanah jajahan di Nusantara, pemerintah kolonial melakukan impor mesin-mesin dan perlengkapan modern sehingga produksi perkebunan dan pabrik gula meningkat. Di samping itu juga dilakukan impor barang-barang jadi untuk keperluan sehari-hari dari industri-industri yang sedang berkembang di negeri Belanda misalnya impor bahan-bahan tekstil yang mengakibatkan matinya usaha-usaha tenun penduduk Jawa.
Perluasan produksi tanaman ekspor dan impor barang-barang konsumsi dari negeri Eropa mengakibatkan perdagangan Internasional semakin ramai di Nusantara. Perkembangan perdagangan Internasional juga mendorong perkembangan perdagangan perantara di daerah pedalaman pulau Jawa. Perdagangan perantara itu pada umumnya terdiri dari perdagangan distribusi dan koleksi. Perdagangan distribusi berperan dalam menyebarkan barang-barang konsumsi yang diimpor dari luar negeri kepada penduduk di daerah pedesaan. Sementara itu, perdagangan koleksi berperan dalam mengumpulkan tanaman-tanaman dagang dari petani dan meneruskannya kepada pedagang-pedagang besar.
Kesempatan-kesempatan ekonomi yang baru terbuka itu pada umumnya tidak dimanfaatkan oleh penduduk pribumi. Akan tetapi, kesempatan tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh penduduk timur asing, khususnya China. Sebagai pendatang, golongan ini tidak begitu terikat oleh tradisi-tradisi yang dianut penduduk pribumi sehingga mereka berada dalam posisi yang lebih baik dalam menjalankan fungsinya sebagai pedagang perantara.
Pada umumnya penduduk pribumi bersifat pasif terhadap meluasnya ekonomi uang. Mereka tidak secara aktif memanfaatkan kesempatan ekonomi baru untu memperoleh keuntungan dan meningkatkan taraf hidup. Mereka hanya berusaha memperoleh sekedar tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya.

v  Akibat Sistem Politik Liberal Kolonial
Pelaksanaan politik liberal membawa akibat sebagai berikut:

1) Bagi Belanda
a.       Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah kolonial Belanda
b.      Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda
c.       Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.

2) Bagi Rakyat Indonesia
a.       Sistem tanam paksa di Indonesia dihapuskan.
b.      Modal swasta asing mulai masuk dan ditanam di Indonesia.
c.       Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk. Pendapatan penduduk Jawa pada awal abad ke-20 untuk setiap keluarga dalam satu tahun sebesar 80 gulden. Dari jumlah tersebut masih dikurangi untuk membayar pajak kepada pemerintah sebesar 16 gulden. Oleh karena itu, penduduk hidup dalam kemiskinan.
d.      Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula berakibat buruk bagi penduduk.
e.       Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa meningkat cukup pesat.
f.       Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan banyaknya barang-barang impor dari Eropa.
g.      Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan kereta api.
h.      Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman yang berat bagi yang melanggar peraturan Poenate Sanctie.
i.        Rakyat pedesaan mulai mengenal arti pentingnya uang.
j.        Hindia Belanda menjadi negara produsen hasil-hasil perkebunan yang penting.
k.      Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun proyek-proyek prasarana untuk mendukung dan memperlancar ekspor hasil-hasil perkebunan dari Indonesia.
l.        Terjadi perubahan kepemilikan tanah dan tenaga kerja
m.    Penduduk semakin bertambah,sedangkan lahan pertanian semakin berkurang karena disewa untuk perkebunan. Akibatnya timbul kelaparan dimana-mana.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik Belanda. Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh kemenangan dalam pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun 1870, sehingga tanam paksa dapat dihapuskan. Mereka berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta. Pemerintah hanya mengawasi saja. Sistem ini akan menumbuhkan persaingan dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di Indonesia. Dengan demikian pendapatan negara juga akan bertambah. Untuk mewujudkan sistem tersebut, pada tahun 1870 di Indonesia dilaksanakan politik kolonial liberal atau sering disebut “politik pintu terbuka” (open door policy). Sejak saat itu pemerintahan Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha swasta asing untuk menanamkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan. Pelaksanaan sistem liberal ini ditandai dengan keluarnya Undang-Undang De Waal, yaitu Undang-undang Agraria dan Undang-Undang Gula. Kesimpulannya, penghapusan tanam paksa dan diganti dengan Politik Pintu Terbuka tidak mengubah kehidupan rakyat. Rakyat tetap diperas. Yang berbeda hanyalah pelaku pemerasnya. Pada zaman tanam paksa,rakyat diperas oleh pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan pada zaman Liberalisme yang melahirkan Politik Pintu terbuka,rakyat diperas oleh para pengusaha swasta Eropa. Van den Bosh sebagai tokoh tanam paksa memandang Hindia Belanda (Indonesia) sebagai “perusahaan milik negara”. Sedangkan kaum liberal memandang Hindia Belanda (Indonesia) sebagai “perusahaan milik swasta”. Maka pada akhir abad ke-19, munculah kritik-kritik tajam yang di tujukan kepada pemerintah Hindia Belanda dan praktek liberalisme yang gagal memperbaiki nasib kehidupan rakyat Indonesia dan menganjurkan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat Indonesia melalui Sistem politik yang baru atas anjuran Mr.C.Th. Van Deventer yang dikenal dengan nama Politik Balas Budi. Inilah akhir dari sistem politik pintu terbuka yang ternyata dalam prakteknya tidak banyak mengubah taraf kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan manusiawi.